A. Mengenal Ikan Kerapu
Dalam
klasifikasi ikan, yang dimaksud dengan ikan kerapu adalah semua jenis ikan yang
berada pada sub family Serranidae. Empat genus anggota Serranidae yaitu Epinephelus,
Variola, Plectropomus dan Cromileptes yang biasa digunakan untuk
nama kerapu, ada 38 spesies dari genus Epinephelus yang ditemukan
di perairan Indonesia diantaranya adalah E.fuscoguttatus, E.tauvina dan E.merra
(Nontji, 1987). Jenis-jenis kerapu yang dikenal saat ini adalah kerapu
bebek/tikus (Cromileptes altivelis), kerapu lumpur (Epinephelus
coioides), kerapu kertang (E. Lanceolatus), kerapu macan (E.foscoguttatus),
kerapu totol (Plectoponus maculatus), kerapu karang (Chephalopholis
bunack) dan kerapu sunu (Plectropomus leordus) (Sudirman dan
Karim, 2008 dalam Rifai dkk 2013).
Menurut
Heemstra dan Randal (1983), ikan kerapu secara umum memiliki ciri sebagai
berikut :
Bentuk tubuh pipih, yaitu
lebar tubuh lebih kecil dari pada panjang dan tinggi tubuh.
Rahang atas dan bawah
dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat.
Mulut lebar, serong ke
atas dengan bibir bawah yang sedikit menonjol melebihi bibir atas.
Sirip ekor berbentuk
bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang dimana bagian yang berjari-jari
keras kurang lebih sama dengan jari-jari lunak.
Posisi sirip perut berada
di bawah sirip dada
Badan ditutupi sirip kecil
yang bersisik stenoid. Secara umum perlu diketahui taksonomi, morfologi,
habitat dan sifat reproduksi dari beberapa jenis kerapu ini sebelum kita
membudidayakannya.
Gambar 1. Morfologi Ikan Kerapu
Dalam
pergaulan internasional kerapu dikenal dengan nama grouper atau trout. Di Asia
Tenggara terdapat sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat.
Terdiri 7 genus yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Plectropomus
dan Epinephelus. Dari semua spesies tersebut, 3 genus yaitu Chromileptes,
Plectropomus dan Epinephelus dari famili Serranidae dan 1 genus yaitu Cheilinus
dari famili Labridae yang sudah dapat dibudidayakan dan menjadi jenis komersial.
(Ghufran, 2001).
Ikan kerapu
(Groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting
yang terdapat di perairan Indonesia.Ikan kerapu bernilai gizi tinggi dan telah dapat
dibudidayakan secara komersial di beberapa negara tropis. Rasa dagingnya yang lezat
membuat ikan ini punya nilai tinggi di pasar dunia. Tingginya harga komoditas
ini juga karena ketersediaannya di alam mulai berkurang. Di Indonesia, dewasa
ini kegiatan perikanan ikan kerapu semakin digalakkan sejalan dengan
bertambahnya permintaan ikan kerapu, baik untuk memenuhi dalam negeri khusunya
dalam melayani permintaan hotel-hotel dan restoran bertaraf internasional,
maupun sebagai komoditas ekspor yang akhir-akhir ini semakin besar
permintaannya dalam bentuk hidup. Negara tujuan ekspor kerapu adalah Hongkong,
Taiwan, China, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Thailand, Filipina, USA,
Australia, Singapura, Malyssia dan Perancis (Anonim, 2011).
Paling
sedikitnya ada tiga alasan mengapa ikan kerapu perlu dikembangkan
sebagai komoditas unggulan
di Indonesia yaitu :
1) Kerapu merupakan komoditi
perikanan yang memiliki peluang ekspor yang sangat menarik yang selama ini
belum dimamfaatkan secara penuh.
2) Pertumbuhan bisnis kerapu
secara keselurtuhan diharapkan akan membawa dampak peningkatan devisa Negara
dan kesejahteraan lapisan bawah masyarakat yang hidup dengan mata pencarian
bidang perikanan.
3) Modernisasi penangkapan
dan budidaya ikan kerapu akan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan
laut khususnya rusaknya terumbu karang.
Alasan
tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya pengembangan perikanan ikan kerapu
yang nantinya diharapkan tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor
perikanan secara luas mel;ainkan juga terhadap pengembangan wilayah, pariwisata
dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai tindak lanjut dari tekad tersebut maka
pengembangan ikan kerapu melalui budidayanya merupakan model bisnis yang
menjanjikan (Sudirman dan Karim, 2008).
Gambar 2. Kerapu Bebek (Cromileptes
altivelis)
Gambar 3. Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus)
Gambar 4. Kerapu Lumpur (Epinephelus
coioides)
Gambar 5. Kerapu Kertang (Epinephelus
lanceolatus)
Gambar 6. Kerapu Barong (Epinephelus
merra)
Gambar
7. Kerapu Sunu (Plectropoma leopardus)
B. Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kerapu
Sebagai
bukti komitmen Pemerintah dalam menjamin food security pada unit usaha budidaya
di hulu (on farm), maka telah dikeluarkan regulasi melalui Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang
Baik (Good Aquaculture Practice), dimana dalam pelaksanaannya mengacu pada
regulasi teknis Surat Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor : KEP.44/DJPB/ 2008
tentang Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi CBIB. Melalui ke-dua regulasi tersebut,
maka setiap unit usaha budidaya diwajibkan menerapkan Kaidah-kaidah CBIB dalam
setiap rangkaian proses produksi. Bahkah Ditjen Perikanan Budidaya, dalam hal ini
Direktorat Produksi telah menetapkan target sertifikasi CBIB sebagai indikator kinerja
kegiatan (IKK) (www.djbp.kkp.go.id)
Sertifikasi
CBIB dilakukan sebagai upaya untuk untuk memberikan jaminan terhadap unit usaha
budidaya yang telah menerapkan CBIB dan dapat memperoleh sertifikat CBIB yang
menyatakan bahwa produk budidaya yang dihasilkannya aman untuk dikonsumsi.
(www.djbp.kkp.go.id)
Sementara
itu Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Ditjen Perikanan Budidaya terus
mendorong upaya percepatan pengembangan kawasan budidaya laut di daerah-daerah
potensial melalui pengembangan model usaha budidaya bebasis manajemen kelompok.
Tahun 2012 Ditjen Perikanan Budidaya melalui alokasi APBNP telah mengembangan
percontohan (demfarm) usaha budidaya ikan kerapu di 10 (sepuluh) Kabupaten yang
merupakan kawasan-kawasan potensial antara lain Kabupaten Langkat (Sumatera
Utara); Kabupaten Pesisir Selatan (Sumatera Selatan); Kabupaten Bintan
(Kepulauan Riau); Kabupaten Bangka Selatan (Kepulauan Riau); Kabupaten Belitung
(Kepulauan Riau); Kabupaten Situbondo (Jawa Timur); Kabupaten Lombok Timur
(NTB); Kabupaten Lombok Tengah (NTB); Kabupaten Lombok Barat (NTB); Kabupaten
Bima (NTB). Disamping alokasi yang berasal dari APBNP, Ditjen Perikanan
Budidaya juga telah mengalokasikan anggaran melalui APBN tahun 2012 yaitu untuk
pengembangan demfarm budidaya kerapu di Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku
Tenggara. Tujuan pengembangan demfarm ini adalah dalam rangka memperkenalkan
model penerapan usaha budidaya ikan kerapu yang sesuai teknologi anjuran, diharapkan
melalui pengelolaan demfarm secara berkelompok ini masyarakat akan mampu
mengelola usahanya secara berkelanjutan. Demfarm ini juga memperkenalkan konsep
KJA ramah liingkungan dari bahan HDPE, disamping itu juga akan memperkenalkan
jenis ikan kerapu hibrida yaitu jenis kerapu cantik sebagai hasil perkawinan
silang ikan kerapu hibrid cantang dengan kerapu batik (www.djbp.kkp.go.id).
Sementara
itu menurut Ditjen Perikanan Budidaya KKP (2011) dalam Rifai dkk (2013) bahwa
ada 7 (tujuh) alasan kenapa budidaya harus dilakukan di Indonesia.
1. Budidaya laut di Indonesia salah satu sektor yang
pertumbuhannya pesat
Selama ini
pertumbuhan dan pertkembangan produksi budidaya laut lebih banyak dipengaruhi
oleh produksi rumput lautnya terutama jenis Euchema cottonii. Namun
apabila dilihat dari sisi nilainya maka tidak hanya rumput laut tapi komoditas
lain pada budidaya rumput laut akan muncul. Salah satu komoditas yang memiliki
nilai ekonomis cukup tinggi adalah ikan kerapu.Perkembangan ikan kerapu selama
beberapa tahun belakangan cukup pesat.Pada tahun lalu, tahun 2010, produksi
kerapu mencapai 10.397 ton.
2. Pemanfaatan lahan di laut untuk budidaya masih sangat kecil
Potensi
budidaya laut di Indonesia merupakan yang terbesar dibandingkan dengan budidaya
lainnya. Potensi budidaya laut di Indonesia mencapai total luas lahan sebesar
3.776.000 Ha, sementara lahan yang dimanfaatkan hanya sekitar 45.676 Ha atau
sekitar 1,21 % tingkat pemanfaatannya.
3. Permintaan dunia cenderung meningkat (35.000 ton/th)
Salah alasan
mengapa melakukan kegiatan budidaya kerapu adalah bahwa kerapu merupakan
komditas ekspor yang sangat digemari. Permintaan akan ikan kerapu setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Permintaan akan komoditas kerapu mencapai
35.000 ton per tahunnya. Jika dibandingkan dengan produksi nasional Indonesia
pada tahun 2010 dengan asumsi semuanya diekspor maka produksi kerapu nasional
hanya memenuhi sekitar 30% permintaan pasar dunia.
4. Harga Kerapu yang tinggi (US$ 25 – US$ 125 )
Hampir
seluruh komoditas budidaya laut merupakan komoditas ekspor yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Harganya dipasaran dunia sangat baik dibandingkan dengan ikan
air tawar. Begitu pula dengan yang kerapu, harganya dipasaran dunia mencapai
US$ 25 – US$ 125 dan Indonesia merupakan salah satu ekspotir ikan kerapu
terbesar di dunia. Pemasaran ikan kerapu Indonesia tersebar di beberapa Negara,
yaitu Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei dan Filipina.
5. Tingkat keberhasilan perbenihan dan budidaya cenderung meningkat
dan Teknologi sudah dikuasai.
Kerapu
memiliki banyak jenisnya antara lain kerapu Tikus/bebek, Kerapu Macan, Kerapu
Sunu, Kerapu Kertang, Kerapu lumpur dan lain-lain. Dari sekian banyak kerapu
teknologi budidaya kerapu telah dikuasai, baik dari segi pembenihannya maupun
pembesarannya dan sekarang telah berkembang ikan kerapu jenis baru, hasil
persilangan antara beberapa jenis kerapu.Ikan kerapu hasil persilangan yaitu
kerapu Cantang dan kerapu Cantik.Kerapu Cantang adalah kerapu hasil persilangan
kerapu macan dan kerapu kertang sementara kerapu Cantik adalah kerapu hasil
persilangan kerapu macan dan kerapu batik.
6. Berkembangnya pembenihan skala besar dan kecil/HSRT
Pembenihan
ikan kerapu sekarang tidak lagi dilakukan dengan skala besar.Saat ini sudah
banyak berkembang pembenihan ikan kerapu skala kecil dengan model HSRT atau
Hatchery Skala Rumah Tangga. Pembenihan skala rumah tangga tersebar di 7
daerah, yaitu Lampung, Jawa Timur, Banten, Maluku, Bali, Jawa Tengah dan
Sulawesi. Pembenihan dengan skala rumah tangga atau HSRT terlengkap ada di
provinsi Jawa Timur mulai dari HSRT skala kecil, HSRT sepenggal dan HSRT
lengkap.
Perkembangan
pembenihan kerapu begitu menjanjikan hal ini didukung oleh mudahnya membuat
tempat untuk membenihkan kerapu. Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa
tempat pembenihan kerapu mudah dilakukan.
a) Sederhana, pengelolaan
dari telur sampai ukuran 1 inci (sepenggal)
b) Wadah dan sarana
sederhana dan standar minimal
c) Jumlah karyawan sedikit
(2-4 orang)
d) Jumlah bak larva sedikit
(4-6 buah)
7. Adanya Sentra pembenihan kerapu
Sentra
pembenihan kerapu telah berkembang dibeberapa wilayah yang siap mensuplai
kebutuhan akan benih kerapu untuk pembesaran. Sentra pembenihan kerapu di
Indonesia terletak di Situbondo – Jawa Timur, Gondol – Bali, Lampung dan Ambon
– Maluku. Kebutuhan akan benih kerapu yang selama ini masih mengandalkan benih
dari alam, diharapkan dengan adanya sentra pembenihan ikan kerapu dapat
memenuhi kebutuhan akan benih kerapu sehingga proses budidaya ikan kerapu dapat
terus berlangsung tanpa terhambat oleh faktor benih yang didapat dari alam.
C. Analisis Industri
Pertimbangan
utama dalam membangun usaha budidaya kerapu adalah pertimbangan teknis dan
ekonomis, sehingga usaha yang dijalankan nantinya dapat dikatakan layak secara
teknis dan ekonomis. Analisa usaha secara umum ditetapkan dengan tujuan untuk
menilai manfaat investasi terhadap suatu usaha yang dilakukan, membandingkan
tingkat manfaat investasi terhadap suatu usaha dengan usaha lainnya, dapat digunakan
sebagai kendali terhadap investasi usaha yang dijalankan.
Untuk
memudahkan didalam menilai, membandingkan dan mengendalikan investasi yang
ditanam didalam suatu usaha, dalam hal ini budidaya kerapu, maka perlu ditetapkan
beberapa kriteria/parameter analisa usaha, yaitu BEP (Break Even Point ; analisa
balik modal), Analisa B/C Ratio (Analisa nilai waktu uang terhadap pendapatan kotor
dengan biaya kotor), analisa ROI (Return of Inevesment) atau tingkat pengembalian
bunga usaha dengan membandingkan bunga bank yang berlaku. Untuk memudahkan
didalam menetapkan kriteria tersebut, maka harus dipertegas terlebih dahulu
pengertian mengenai investasi, biaya dan pendapatan. Dalam pembahasan analisa
ekonomi Rifai, dkk (2013).memberikan contoh perhitungan pada pembesaran kerapu
macan dan kerapu bebek berikut ini.
1. Investasi
Investasi
dalam suatu usaha adalah alokasi dana kedalam usaha yang bersangkutan dimana
investasi tersebut meliputi penggunaan dana untuk pengadaan sarana produksi dan
dana-dana produksi selama usaha yang bersangkutan dijalankan . Perhitungan
investasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
2. Pembiayaan
Pembiayaan dalam suatu usaha adalah upaya yang telah dikeluarkan
dengan prediksi nilai uang untuk mencapai tujuan tertentu, baik barang maupun jasa.Secara
umum pembiayaan suatu usaha dapat dikelompokan menjadi suatu pengeluaran pada
biaya tetap (Fixed Cost) dan seluruh pengeluaran pada biaya tidak tetap atau
variabel (Variable Cost).
Biaya tetap
(Fixed Cost) adalah seluruh jenis biaya yang selama satu periode
kerja/produksi, tetap jumlahnya dan tidak mengalami perubahan. Biaya tetap
tidak berubah meskipun volume produksi berubah, sebagai contoh biaya tetap
adalah penyusutan yang ditetapkan dalam suatu aktiva dalam satu bulan per
periode produksi sebesar Rp. 100.000,- atau yang telah ditetapkan misalnya 200.000,-
per bulan. Jadi biaya tetap tersebut biasanya meliputi penyusutan, gaji,
asuransi, sewa, pemeliharaan dan biaya-biaya tidak langsung lainnya .Biaya tetap
untuk usaha budidaya kerapu macan di KJA disajikan pada tabel sebagai berikut.
2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
Biaya tidak tetap adalah jenis biaya yang naik atau turun bersama-sama dengan volume kegiatan, produksi bertambah maka biaya variabel pun bertambah demikian pula sebaliknya apabila produksi turun.
3. Biaya Total
Biaya total
merupakan gabungan dari penambahan seluruh biaya tetap dan biaya tidak tetap,
dimana biaya total ini diperhitungkan setiap periode produksi atau berdasarkan
waktu misalnya ditetapkan setiap tahun .
3. Analisa Keuangan
a. Pendapatan
Pendapatan adalah seluruh unit produksi yang dapat dinilai dalam rupiah.Didalam menghitung pendapatan ini terdapat beberapa kriteria yaitu pendapatan kotor atau pendapatan marginal dan pendapatan bersih atau disebut sebagai laba.Sedangkan pendapatan marginal adalah seluruh output dikurangi biaya variabel .
b. Break Event Poin (BEP)
BEP
merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi,
sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan dengan demikian pada saat itu
pengusaha mengalami infas. BEP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
b.1. Kerapu Macan
c. Benefit Cost Ration (B/C)
c.1. Kerapu Macan
Dengan nilai tersebut berarti biaya produksi Rp. 89.275.000,- diperoleh hasil penjualan sebesar 1,2 kali.
c.2. Kerapu bebek
Dengan nilai tersebut
berarti biaya produksi Rp. 108.100.000,- diperoleh hasl
penjualan sebesar 3,2 kali.
d. Return Of Invesment (ROI)
ROI adalah
nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha dari setiap jumlah uang yang
diinvestasikan dalam periode waktu tertentu.dengan analisis ROI dapat mengukur
sampai seberapa besar kemampuan dalam mengembalikan modal yang telah
ditananamkan. Beserta ROI dapat diperoleh dengan Rumus sebagai berikut :
d.1. Kerapu Macan
Artinya : dari modal Rp
100,- yang diinvestasikan akan menghasilkan
keuntungan sebesar 17 %.
d.2. Kerapu Bebek
Artinya : dari modal Rp 100,- yang diinvestasikan akan menghasilkan
keuntungan sebesar 18,7 %.
Hasil
analisa keuangan memperlihatkan bahwa budidaya kerapu di KJA memperolah
keuntungan cukup baik. Menurut Porter (1990) dalam Anonim (2013), ada empat
tahapan pembangunan kompetitif nasional yakni :
1. Kondisi-kondisi faktor
produksi dasar berupa sumberdaya alam, lokasi geografis, tenaga kerja tidak
terampil. Kondisi ini terjadi di Negara Kanada, Australia, Singapura, Korea
Selatan sebelum tahun 1980
2. Investasi dalam peralatan
modal dan transfer teknologi dari luar negeri, juga diperlukan adanya konsensus
nasional yang lebih memilih investasi dari pada konsumsi. Contohnya Korea
Selatan selama tahun 1980-an dan Jepang selama tahun 1960-an.
3. Inovasi, dimana keempat
determinan keungulan nasional semuanya berinteraksi untuk menggerakkan
penciptaan teknologi baru. Contohnya Jepang menerapkannya sejak akhir tahun
1970-an, Halia sejak awal 1970-an, Swedia dan Jerman selama periode pasca
perang.
4. Tekanan pengelolaan
kekayaan yang ada menyebabkan berbaliknya dinamika berlian: keunggulan
kompetitif terkikis karena inovasi tertekan, investasi dalam factor-faktor yang
maju menjadi lamban, persaingan menurun, dan motivasi perseorangan melemah. Hal
ini terjadi pada Negara Inggris selama periode pasca perang; Amerika Serikat,
Swiss, Swedia dan Jerman sejak tahun 1980.
Dalam usaha
budidaya ikan kerapu, kondisi-kondisi faktor produksi dasar berupa sumberdaya
alam, lokasi geografis, tenaga kerja terampil, di Negara kita sangat mendukung.
Potensi perairan yang luas Pengembangan budidaya laut dinilai masih mempunyai
peluang yang sangat besar, terlihat dari total pemanfaatan potensi lahan yang
belum sepenuhnya meng-cover luas potensi lahan yang ada. Dengan luas indikatif potensi
lahan pengembangan budidaya laut nasional luas 4,58 juta ha sampai dengan tahun
2011 baru dimanfaatkan untuk usaha budidaya sekitar 169.292 ha (3,69%).
Sebagai
gambaran pada tahun 2012 capaian angka produksi sementara masing-masing
untuk ikan kerapu sebesar
10.200 ton atau turun sebesar 3,6% dari capaian tahun 2011 sebesar 10.580 ton.
Sedangkan capaian produksi ikan kakap sebesar 6.100 ton atau meningkat sebesar
16,5% dari tahun 2011 yang hanya mencapai 5.236 ton. Jika dibandingkan dengan
target produksi yang diproyeksikan pada Tahun 2012, masingmasing untuk ikan
kerapu dengan capaian 92,7% dari target sebesar 11.000 ton dan ikan kakap
dengan capaian 95,2% dari target sebesar 5.500 ton. (www.djpb.kkp.go.id)
Dari
sejumlah provinsi yang memiliki wilayah perairan di Indonesia, pada tahun 2011
sentral produksi kerapu masih didominasi oleh 10 (sepuluh) Provinsi penghasil utama,
masing-masing Provinsi Sumatera Utara dengan capaian produksi sebesar 4.404 ton
(41,63%); Provinsi Kepulauan Riau sebesar 1.512 ton (14,29%); Provinsi Aceh 1.130
ton (10,68%); Provinsi Lampung 837 ton (7,91%); Provinsi Sulawesi Tenggara 647
ton (6,11%); Provinsi Jawa Timur 319 ton (3,01%); Provinsi Papua Barat 266 ton (2,51%);
Provinsi NTB 256 (2,42%); Provinsi Maluku Utara 228 ton (1,90%) dan Provinsi
Maluku 175 ton (1,65%). (www.djpb.kkp.go.id)
Faktor pertimbangan umum yang
mendukung alam pemilihan lokasi budidaya di Karamba jaring apung meliputi :
Keterlindungan Perairan
Kedalaman Perairan 5
sampai 20 meter
Dasar Perairan berkarang
dan berpasir putih
Jauh dari Limbah
Pencemaran
Tidak Mengganggu Alur
Pelayaran
Dekat dengan Sumber Pakan
Dalam segi
investasi, sebagaimana diuraikan di atas bahwa dibutuhkan dana sekitar Rp.
34.600.000,- untuk membuat sebuah usaha budidaya kerapu pada keramba jaring
apung. Investasi tersebut umumnya berasal dari dalam negeri dan tidak terjadi transfer
tekonologi dari luar sebab denga teknologi yang ada telah mampu diterapkan dan
berproduksi dengan baik. Hasil produksi juga cenderung diarahkan kembali untuk investasi
lagi dan sebagian kecilnya dikonsumsi, tetapi consensus nasional untuk itu sejauh
ini belum ada.
D. Strategi Industrialisasi
Kerapu
Budidaya
ikan khususnya ikan kerapu di karamba jaring apung merupakan salah satu usaha
yang sangat prospek untuk dikembangkan di Indonesia mengingat potensi lahan
perairan dan ikan masih sangat besar. Selain itu peluang pasar dunia untuk ikan
hidup khususnya ikan kerapu di pasar Asia seperti Cina, Hongkong, Taiwan dan
Jepang masih sangat terbuka lebar. Kondisi ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan
guna meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir, nelayan, petani pembudidaya
dan para pelaku bisnis perikanan.
1. Strategi Teknis
Menurut
Rifai dkk (2013), keberhasilan usaha budidaya ikan kerapu di karamba jaring
apung (KJA) ditentukan oleh beberapa faktor, seperti;
Kualitas benih,
Sarana prasarana budidaya,
Kelayakan lokasi,
Permodalan,
Pemasaran,
SDM Penguasaan terhadap
teknis budidaya yang memadai.
Selain itu
faktor penunjang keberhasilan usaha budidaya adalah dukungan pemerintah, dunia
usaha dan instansi teknis lainnya. Teknik pembesaran kerapu di Karamba jaring
apung (KJA) merupakan aspek yang penting karena biasanya kematian pada fase
pemeliharaan sering terjadi yang disebabkan faktor eksternal dan penanganan
yang kurang baik selama pemeliharan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil
panen yang baik maka dibutuhkan suatu upaya secara terencana dan terarah dengan
dukungan manajemen pemeliharaan/ penanganan yang baik Untuk menjalankan suatu
unit produksi keramba jaring apung terdiri dari beberapa komponem berikut :
KJA (Keramba jaring apung)
Waring dan jaring dengan
berbagai ukuran
Peralatan kerja
Sarana pendukung lainnya
2. Securitas
Seiring
dengan mulai meningkatnya kesadaran masyarakat konsumen global terhadap
pentingnya jaminan keamanan pangan (food security), maka sudah menjadi tuntutan
dan persyaratan mutlak bahwa setiap aktivitas usaha yang menghasilkan produk
makanan (food grade) harus terjamin baik mutu maupun keamanannya, tidak terkecuali
bagi produk Perikanan yang saat ini telah menjadi produk primer dan berperan
penting dalam menopang ketahanan pangan dunia. Keterjaminan mutu dan
Gambar 8. Keramba Jaring Apung
keamanan pangan hasil
produksi perikanan tersebut harus mulai diterapkan mulai dari hulu
sampai hilir sebagai bagian integral dari sistim jaminan mutu dan keamanan pangan.
(www.djbp.kkp.go.id).
Mewujudkan
pencapaian industrialisasi perikanan budidaya merupakan sebuah keniscayaan yang
harus segera direalisasikan sebagai upaya dalam mengoptimalkan potensi
perikanan budidaya menuju pencapaian produksi yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Inilah yang tentunya akan menjadi tanntangan besar bagaimana potensi sumber
daya perikanan budidaya ini dapat digarap secara optimal dan berkelanjutan dalam
rangka menopang pembangunan perikanan dalam kerangka pembangunan ekonomi
nasional.
3. Regulasi
Direktorat
Jenderal Perikanan sebagai unsur teknis menyadari betul bahwa tantangan besar
dalam industrialisasi perikanan khususnya kerapu tidak akan mungkin bisa
dihadapi tanpa membangun kerjasama secara sinergi dengan stakeholders lain.
Inovasi
teknologi akuakultur yang menjadi penggerak utama, sampai saat ini telah menunjukan
perkembangan yang sangat menggembirakan, beragam hasil inovasi dan perekayasaan
teknologi melalui pengembangan bioteknologi akuakultur telah secara nyata
memberikan harapan besar bagi terwujudnya industrialisasi perikanan budidaya. Namun
demikian, disadari atau tidak pengembangan inovasi teknologi akuakultur tersebut
belum sepenuhnya terimplementasi dalam skup yang lebih luas, sehingga diperlukan
upaya percepatan dalam mendorong penerapan teknologi tersebut di seluruh
lapisan masyarakat pembudidaya khususnya di kawasan-kawasan potensial.
Disamping
itu industrialisasi perikanan budidaya perlu di dorong antara lain melalui
regulasi, Intervensi,
Insentif dan pengembangan sistem budidaya (www.djpb.kkp.go.id). Percepatan pencapaian industrialisasi perikanan budidaya
mustahil akan mampu dicapai tanpa adanya input teknologi di dalamnya, sehingga
peran riset danperekayasaan yang bersifat inovatif, aplikatif, efektif dan
efisien sudah seharusnya diberi ruang yang luas, tentunya yang peling penting
adalah percepatan implementasi secara luas di tingkat pelaku utama.
Mempertimbangkan hal tersebut, Ditjen Perikanan Budidaya memandang perlu untuk
melakukan konsolidasi khususnya terkait dengan upaya memperkenalkan hasil-hasil
perekayasaan yang bersifat aplikatif dan siap diadopsi oleh pelaku utama yaitu
dengan memfasilitasi melalui Forum Konsolidasi Perikanan Budidaya (www.djpb.kkp.go.id).
Referensi
Anonim, 2013. Bahan Kuliah
Pengelolaan Ekonomi Regional dan Pedesaan. Program Studi Ilmu Kelautan. Program
Pascasarjana Unpatti, Ambon
Rifai, Umar, dkk. 2013.
Mengenal Ikan Kerapu dan Teknik Budidayanya di KJA. Balai Budidaya Lauta Ambon,
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
www.djpb.kkp.go.id. 2013. Akselerasi
Industrialisasi Perikanan Budidaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar